Advertisement

Responsive Advertisement

Banyakin kebaikan, bukan kebenaran



Seorang muslim sudah sepatutnya melakukan kebaikan dalam kehidupannya. Hal ini sering dikenal dengan istilah Fastabiqul Khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Sejak awal kehidupan, manusia membutuhkan bantuan orang lain. Pada suatu saat, kita juga akan membutuhkan pertolongan dari orang lain. Oleh karena itu, sedini mungkin kita harus terbiasa melakukan kebaikan. Ketika seseorang melakukan kebaikan, mereka dapat merasakan kebahagiaan dari berbagi, dan tindakan tersebut akan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. 

Allah SWT berfirman: 

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ (7) وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ (8)

Artinya: “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”. (QS Az-Zalzalah: 7-8) 

Dalam firman Allah Swt diatas, Dia menerangkan bahwa setiap amal perbuatan manusia walaupun sekecil jarah pun Allah akan menghitung dan memberikan balasannya. Begitu juga sebaliknya setiap perbuatan buruk sekecil jarah pun Allah akan menghitung dan memberikan balasannya. 

Setiap perbuatan manusia di dunia ini Allah selalu menghitung dan mengukurnya, dari hasil hisab tersebut maka diketahui manakah manusia yang taat kepada Allah dan manakah manusia yang tidak taat terhadap perintah Allah. 

Dalam hal kebaikan yang dilakukan, Muhammad al-Amin al-Syinqîthî dalam Adhwâ` al-Bayân mengklasifikasi level perbuatan baik menjadi tiga level. Pertama, level terendah (al-hadd al-adnâ) yaitu Melakukan kebaikan atau memenuhi kewajiban hanya untuk sekedar menuntaskan kewajiban. Contohnya membayar zakat. Perbuatan ini juga mencakup sedekah sunah.

Kedua, level tengah atau sedang (al-hadd al-awsath) yaitu melakukan kebaikan hanya memenuhi kewajiban dengan kadar yang sekadar dapat menggugurkan kewajiban tersebut. Dalam berbagi dan bersedekah pun, motivasinya masih terbatas pada kepentingan diri sendiri. Hal ini sesuai dengan anjuran Al-Quran untuk bersikap moderat dan tidak berlebihan, termasuk dalam perbuatan sedekah. 

Ketiga, level tinggi (al-hadd al-aqshâ) yaitu berbuat baik atau melaksanakan kewajiban untuk orang lain, walaupun dirinya sendiri memerlukannya, seperti yang dilakukan oleh kaum Anshâr untuk kepentingan kaum Muhâjirîn.

وَلِكُلّٖ وِجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَاۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ 

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 148).

Oleh karena itu marilah kita perbayak melakukan kebaikan bukan memperbanyak kebenaran. Karena jika kebenaran yang kita perbanyak, maka hal yang tidak sesuai syariat pun akan kita benarkan.

Penulis : Tiara Ayu

Posting Komentar

0 Komentar